IPv6 Special Addresses

No network address, no broadcast address

Global unicast range
2000::/3 =
2000:0:0:0:0:0:0:0 – 3FFF:FFFF:FFFF:FFFF:FFFF:FFFF:FFFF:FFFF

Unique local unicast range (similar to IPv4 private address)
FC00::/7 =
FC00:0:0:0:0:0:0:0 – FDFF:FFFF:FFFF:FFFF:FFFF:FFFF:FFFF:FFFF

Link-local unicast range (similar to IPv4 link-local – 169.*.*.*, for autoconfiguration)
FE80::/10 =
FE80:0:0:0:0:0:0:0 – FEBF:FFFF:FFFF:FFFF:FFFF:FFFF:FFFF:FFFF

Site local unicast range (deprecated)
FEC0::/10 =
FEC0:0:0:0:0:0:0:0 – FEFF:FFFF:FFFF:FFFF:FFFF:FFFF:FFFF:FFFF

Multicast range
FF00::/8 =
FF00:0:0:0:0:0:0:0 – FFFF:FFFF:FFFF:FFFF:FFFF:FFFF:FFFF:FFFF

Reserved for examples and documentation
2001:0DB8::/32 =
2001:0DB8:0:0:0:0:0:0 – 2001:0DB8:FFFF:FFFF:FFFF:FFFF:FFFF:FFFF

6to4, the transition system from IPv4 to IPv6
2002::/16 =
2002:0:0:0:0:0:0:0 – 2002:FFFF:FFFF:FFFF:FFFF:FFFF:FFFF:FFFF

URL syntax with IPv6 address:
http://%5B2001::fa00:1234:5678:1]/
(IPv6 address inside square brackets)

IPv6

Did you know that the world will officially launch Internet Protocol Version 6 (IPv6) on 6 June 2012 GMT?

What is IPv6? It’s the next generation of IP Protocol designed to overcome the problem of the depletion IP addresses in existing IP, the version 4 (IPv4) and addresses many weaknesses in IPv4.

What’s the difference between IPv4 (the old one) and the IPv6 (the new one)? A lot! But to make it clear on how it will give us much are IP address, here’s one huge difference:

IPv4 in total only has 232 address, while IPv6 has total of 2128 addresses.

Isn’t that only four times larger than IPv4? Do your math right. It’s the power that’s four times bigger. The actual comparation is IPv4 has 4294967296 address while IPv6 has 3.4028236692093846346337460743177e+38 (this is the calculation from my CALC program). See the difference?

The rest, leave it to network engineers.

Cheers,
Haris

Membuat SKCK Indonesia

SKCK = Surat Keterangan Catatan Kepolisian. Dulu namanya SKKB (Surat Keterangan Kelakuan Baik). Di luar negeri namanya Police Clearance.

Orang Indonesia yang mau buat SKCK berbahasa Inggris harus mengurusnya ke Markas Besar Polisi Republik Indonesia (Mabes Polri). Lokasinya di Bagian Intel & Keamanan Mabes Polri, Jakarta Selatan. Gerbang masuknya dari Jalan Raden Patah (dekat Al Azhar), bukan dari Jalan Trunojoyo.

Persyaratan dokumen membuat baru dan memperpanjang SKCK di Mabes Polri sama saja:

  • Fotokopi akte kelahiran satu lembar
  • Fotokopi kartu keluarga (KK) satu lembar
  • Fotokopi kartu tanda pengenal (KTP) satu lembar
  • Fotokopi paspor satu lembar
  • Pas foto berwarna ukuran 4cm x 6cm sebanyak tiga lembar (latar belakang warna bebas, tapi jangan aneh-aneh).
  • SKCK dari kepolisian setempat (Polres/Polda, salah satu saja tidak usah dua-duanya), maksudnya yang berhubungan dengan tempat tinggal sesuai KTP, bukan lokasi di mana si orang sedang berada.
  • Uang Rp 10.000 per SKCK, biaya administrasi disetor ke negara, valid per 27 Juli 2010.

Nah, bikin SKCK dari Polres/Polda ini yang buang waktu. Untuk membuat SKCK di Polres/Polda, persyaratan dokumen yang harus diserahkan:

  • Surat pengantar dari RT setempat
  • Surat pengantar dari RW setempat.
  • Surat pengantar dari Kantor Kelurahan setempat.
  • Surat pengantar dari Kantor Kecamatan setempat.
  • Fotokopi akte kelahiran satu lembar
  • Fotokopi akte kelahiran satu lembar
  • Fotokopi kartu keluarga (KK) satu lembar
  • Fotokopi kartu tanda pengenal (KTP) satu lembar
  • Pas foto berwarna ukuran 4cm x 6cm sebanyak tiga lembar (latar belakang warna bebas, tapi jangan aneh-aneh).

Biaya administrasi per kantor polisi berbeda-beda. Di kantor Polres Jakarta Selatan, saya dimintai biaya Rp 20.000. Waktu di Mabes Polri, saya bertemu seorang ibu yang cerita kalau dia dimintai Rp 100.000 untuk biaya pembuatan SKCK di Polres Jakarta Barat.

Proses pembuatan SKCK di Polres tidak memakan waktu lama. Isi formulir dengan pertanyaan-pertanyaan yang sampai menanyakan keluarga kandung, tempat tanggal lahir mereka, pendidikan mereka, termasuk pasangan (suami/isteri), mertua,  alamat dan tempat tanggal lahir mereka. Setelah itu urusan petugas untuk mencatat ciri-ciri fisik anda, sidik jari, dan menghitung rumus sidik jari. Setelah proses identifikasi selesai, anda akan mendapat kartu rumus sidik jari dan SKCK. Simpan ini karena jika anda memperpanjang SKCK di Polres dengan kartu ini, anda hanya perlu mengisi formulir lagi dan SKCK baru siap diserahkan ke anda.

Jadi, yang anda harus kunjungi untuk membuat SKCK berbahasa Inggris sesuai urutan (di luar tempat fotokopi dan cetak pas foto) adalah:

  1. RT
  2. RW
  3. Kantor Kelurahan
  4. Kantor Kecamatan
  5. Polres / Polda (salah satu saja, tidak usah dua-duanya)
  6. Mabes Polri

Kalau petugas penanda tangan surat-surat itu sedang berada di tempat, anda bisa menunggu di masing-masing kantor sampai surat siap. Kalau lagi berhalangan, terpaksa ditinggal sampai surat ditandatangani si petugas.

Selamat berjuang!

Haris

Mengapa Lalu Lintas di Sydney Bisa Tertib (dan tidak di Jakarta)

Saya tinggal di Sydney, Australia, sejak September 2008. Sebelumnya saya tinggal di Jakarta, Indonesia, sejak 1979. Membandingkan lalu lintas di Sydney dengan Jakarta seperti membandingkan tentara berbaris dengan anak TK berbaris. Yang satu tertib, yang satu lagi berantakan.

Di Sydney, jalanan dikelola Roads and Traffic Authority (RTA) New South Wales (NSW). State lain (Victoria, Queensland, dll) dikelola RTA-nya sendiri. Urusan  lampu merah, tanda dilarang parkir, dilarang berhenti, dan rambu-rambu lainnya merupakan tanggung jawab RTA (http://www.rta.nsw.gov.au). Speed camera dan traffic light camera juga punya RTA. Soal registrasi kendaraan bermotor juga tanggung jawab RTA. Penanggung jawab lisensi mengemudi (driving license alias Surat Izin Mengemudi/SIM di Indonesia) juga RTA. Kantor RTA untuk pelayanan publik di wilayah Sydney Metro berjumlah sekitar 30 (http://www.rta.nsw.gov.au/cgi-bin/index.cgi?fuseaction=motorregistries.all&postcode=) untuk melayani 4 juta warga Sydney (http://www.discoversydney.com.au/sydney/general.html). Petugas yang menegakkan ketertiban lalu lintas di lapangan: polisi. Pengelola jalan tol juga RTA.

Di Jakarta, pengelola jalan adalah Dinas Perhubungan (Dishub) DKI Jakarta (http://dishub.jakarta.go.id). Yang menjaga rambu lalu lintas, lampu merah, dll adalah Dishub. Pengelola SIM, Polda Metro Jaya (Polisi). Penanggung jawab registrasi kendaraan bermotor, polisi juga. Jakarta belum punya speed camera dan traffic light camera. Kantor pelayanan publik untuk urusan SIM dan STNK: satu untuk masing-masing polres, satu kantor Samsat di Kalideres, satu Polda, tambah lima layanan keliling, total 12, untuk melayani 9 juta warga Jakarta (http://www.jakarta.go.id/v70/index.php/en/tentang-jakarta/demografi-jakarta). Petugas penjaga ketertiban lalu lintas: polisi dan DLLAJ. Pengelola jalan tol: swasta/pemda setempat.

Saya tidak tahu berapa panjang jalan yang tersedia di Sydney dan Jakarta, saya tidak akan membahasnya. Semua warga Jakarta tahu ruas jalan yang tersedia di Jakarta tidak imbang dengan jumlah kendaraan yang melintas di atasnya. Yang saya ingin tekankan di sini, bagaimana integrasi pelayananan dan penertiban dilakukan di Sydney, sementara hal yang sama tidak bisa dilakukan di Jakarta.

Seperti yang saya bilang, di Sydney pengelola data kendaraan, pengemudi/pengendara kendaraan bermotor adalah RTA. Pengelola kamera pemantau pelanggaran juga RTA. Integrasi ini memungkinkan pelanggaran lalu lintas bisa ditelusuri sampai ke pemilik mobil, dan ditemukan pelakunya. Contoh: jika saya melanggar lampu merah di suatu traffic light yang memiliki traffic light camera, si kamera akan otomatis merekam gambar mobil saya saat pelanggaran terjadi. Dalam beberapa hari, akan datang surat tilang yang dikirim RTA ke pemilik mobil, yaitu isteri saya. Jika isteri saya bilang bukan dia pelaku pelanggarannya tapi orang lain, dia bisa mengajukan surat keberatan dan menunjuk pelaku sebenarnya, tapi harus disertai tanda tangan saksi yang menyetujui pernyataan itu. Jika tidak tahu pelaku sebenarnya, si pemilik mobil tetap harus bertanggung jawab atas pelanggaran yang dilakukan menggunakan mobilnya. Denda harus dibayar, uang disetor ke SDRO (State Debt Recovery Office) untuk kemudian disetor ke state atau dikelola RTA lagi.

Bedanya di Jakarta, banyak sekali kendaraan yang nama pemilik di catatan kepemilikan (BPKB – Buku Kepemilikan Kendaraan Bermotor) berbeda dengan pemilik sebenarnya. Di Sydney, aturan mengharuskan alih registrasi pemilik kendaraan harus dilakukan paling lambat 14 hari sejak transaksi terjadi. Lewat dari itu ada biaya tambahan menunggu (http://www.rta.nsw.gov.au/registration/buyingselling.html). Selain itu, apakah anda pernah mendengar ada surat tilang dikirim polisi ke rumah atas pelanggaran lalu lintas di Indonesia? Saya belum tuh. Rasanya belum ada polisi lalu lintas / petugas DLLAJ Indonesia yang menggunakan kamera dalam bertugas. Jadi, kalau melanggar aturan lalu lintas di Jakarta, orang akan secepatnya kabur karena ada kesempatan besar untuk lolos dari hukuman. Bahkan kalau sudah disemprit polisi pun, begitu polisinya lengah kesempatan lolos masih ada. Di Sydney, kalau sudah tertangkap kamera maka siap-siap bayar denda! Dendanya besar, kebanyakan lebih dari AU$100, cukup untuk membentuk efek jera.

Andai saja Jakarta bisa menerapkan hal yang serupa. Pasang traffic light camera di beberapa titik strategis, integrasi database yang akurat, nilai denda tilang yang cukup besar, lumayan untuk sedikit menertibkan kelakuan pengendara yang sebagian besar nggak sabaran itu. Tapi kalau melihat sistem transportasi di Jakarta, rasanya tidak mungkin. Kenapa? Karena pemilik data dan pengelola layanan transportasi adalah dua entitas yang berbeda. Pemilik data kendaraan bermotor: polisi. Pemilik data SIM: polisi. Pengelola jalanan: pemda setempat / negara / swasta. Kalau pemda DKI pasang kamera, terus ada kendaraan yang tertangkap kamera melanggar lalu lintas, mau diapakan? Periksa silang ke database polisi, yang kemungkinan besar tidak up-to-date dan tidak akurat? Pemilik yang terdaftar bukan pemilik yang sesungguhnya, alamat yang tertera di SIM bukan alamat yang sebenarnya (saya tahu orang yang punya SIM dengan alamat kantor polisi). Buang-buang waktu, dengan tingkat kesalahan yang tinggi. Kalau database-nya terintegrasi mungkin bisa. Tapi mengingat di Indonesia berlaku, “Kalau bisa dibikin susah, ngapain dibikin gampang?”, apalagi kalau disandingkan dengan beberapa oknum polisi itu bisa jadi, “Kalau bisa disuruh bayar, ngapain dikasih gratis?”, lupakan saja ide itu. Polisi akan lebih senang menguasai sendiri akses tangkap dan tilang daripada memberi kesempatan instansi lain menangkap pelanggar lalu lintas.

Oh ya, tentang SIM. Di Jakarta, untuk membuat SIM cukup dengan uang orang bisa mendapatkannya. Tidak perlu bukti apa-apa, walau aturan resminya perlu ini perlu itu. Di Sydney, hahaha, jangan harap. Perlu bukti identitas, bukti alamat, ujian komputer, ujian praktek, dll dsb yang tidak bisa dilewatkan begitu saja dengan menyogok / calo.

Jadi, seharusnya para pengguna lalu lintas itu sejak awal sudah dilayani oleh satu instansi saja. Sejak mereka mencari tahu aturan bagaimana menggunakan lalu lintas (membaca aturan lalu lintas), mendapat izin menggunakan lalu lintas, mendaftarkan kendaraan yang akan digunakan berlalu lintas, itu harusnya dilayani oleh institusi yang sama dengan yang membuat aturan lalu lintas dan mengelola layanan lalu lintas. Polisi seharusnya hanya berfungsi membantu penegakan tertib berlalu lintas, bukannya melayani pendaftaran apa-apa yang berhubungan dengan uang. Selama urusan penerimaan uang itu tidak dijauhkan dari polisi (registrasi kendaraan dan SIM), jangan harap lalu lintas di Jakarta bisa tertib!

Sydney 27/05/2010